KREATOR DALAM KELUARGA
Photo by Olha Ruskykh from Pexels |
Sering denger ga sih perempuan kalau mau pergi ke resepsi atau suatu acara, sibuk bongkar-bongkar isi lemari pakaian (yang kadang jumlah lemarinya saja lebih dari satu hehehe) dan mengeluh, ”Duh, mau pergi ga punya baju.”
Sama halnya ketika menghadapi
kesulitan finansial seperti saat pandemi ini, keluhan para wanita lebih banyak
lagi dikarenakan berbagai sebab. Entah karena gaji suami yang berkurang
beberapa persen akibat efisiensi dari
pihak perusahaan, atau fatalnya malah karena suami jobless akibat kena PHK. Bukan
hanya pegawai kantoran, para pedagang di pasar tradisional pun mengeluhkan
turunnya pendapatan mereka saat pandemi ini. Pasti mereka juga mendapat keluhan
dari para pasangannya dirumah. Lalu para perempuan kebanyakan mulai menulis
status galau di semua sosmed yang dimiliki, menyalahkan keadaan, demo mogok
melayani suami yang terkadang berujung kehancuran keluarga.
Eits, para pembaca perempuan
jangan julid dulu ya sama saya! Jangan dulu demo dan teriak, “Woii writer, ga
semua perempuan kek gitu kelleus!” Hahaha…yess! Anda benar sekali! Woiya donk,
perempuan kan selalu benar, gitu kata sebagian besar para suami, hehehe.
Okay, back to the topic, yang
saya perhatikan dan bahas disini bukan hanya para perempuan yang berkeluh kesah
kok. Peace ya! Di group Facebook IIDN (Ibu Ibu Doyan Nulis) dan IIDB (Ibu Ibu
Doyan Bisnis) yang saya ikuti, ada ketakjuban tersendiri melihat perjuangan
para perempuan disana. Jangankan perempuan yang alhamdulillah sehat secara
fisik, bahkan yang termasuk perempuan dengan kondisi fisik tak lengkap pun,
mohon maaf seperti tunarungu plus daksa dan perempuan yang mobilisasinya diatas
kursiroda saja bisa menjadi blogger hebat bahkan CEO penerbitan indie. Belum
lagi dahsyatnya pergerakan para tentara reseller asuhan Teteh Indi di IIDB dan
IIDN, Masya Allah, keren sekali mereka, empat jempol buat mereka!
Dari sana saya berpikir dan
merasa malu jika masih hanya berkeluh kesah dengan keadaan penurunan finansial
global ini. Lalu mulai berkaca, bersyukur memiliki raga yang sempurna, dan
mencoba menggali potensi yang ada dalam diri. Apa ya yang saya bisa? Sebelum
wafat hampir sepuluh tahun lalu, almarhumah ibu saya membekali saya dengan
berbagai ilmu. Karena untuk membekali harta beliau yang hanya seorang pedagang
nasi uduk dan guru mengaji anak-anak itu tidak mampu, begitu katanya.
Alhamdulillah sejak SMP saya
sudah diajarkan menjahit, membaca alquran, ikut bela diri karate dan dibelikan
sebuah mesin ketik (karena waktu itu saya senang menulis cerpen). Apakah saat
lulus SMK hampir dua puluh tahun yang lalu itu semua keahlian terpendam saya terpakai?
Tidak sama sekali. Saya malah kerja kantoran, di perusahaan radio panggil dan
ekspedisi cargo untuk membiayai sekolah adik-adik dan kuliah saya sendiri di
Universitas Terbuka (sayangnya ga sampai finish, hehehe). Hampir lima belas
tahun di zona nyaman sebagai pekerja, tibalah saat menikah dan datangnya buah
hati yang memaksa saya harus meninggalkan semuanya untuk jadi seorang full time
mom. Karir kantoran saya pun tamat dan bergantung pada penghasilan suami.
Life is never flat, itu bukan hanya
jargon ngetop dari iklan produk keripik kentang lho guys, tapi nyata! Sebelum
masa pandemi ini mengglobal, saya sudah lebih dulu merasakan kegoncangan financial.
Pertama disebabkan perpindahan tempat kerja suami dari kantor lumayan bonafid
ke kantor biasa karena satu dan lain hal alasan, lalu suami mengalami
kecelakaan hingga sempat amnesia beberapa waktu lamanya. Ditambah masa pandemi
yang membuat kantor suami hampir bangkrut dan tidak bisa membayar gaji. Sudah
jatuh tertimpa tangga, kesannya seperti itu kan?
Apakah saya tidak mengeluh dan
menangisi keadaan? Pastinya! Tapi kemudian saya bangkit dan berjalan walau
tertatih. Dari pergaulan dengan sahabat-sahabat baik di dunia nyata dan maya,
saya mencoba memperbaiki keadaan dengan memanfaatkan sedikit keahlian yang saya
miliki. Dimulai dari menjadi reseller beberapa produk seperti parfum, skin care
dan lauk kering, hingga menjadi penulis novel online di platform ungu serta
merapikan blog yang telah lama terbengkalai layaknya rumah tak terawat dengan
sarang laba-laba disetiap sudutnya. Aih!
Saya banyak belajar dari vlogger-vloger
handal yang punya jargon : Kerja koloran gaji dolaran, mempelajari bagaimana
cara mereka menghasilkan banyak uang tanpa perlu keluar rumah (bukan berarti
mereka memelihara tuyul lho hehehe). Saya juga pingin lah punya jargon : Kerja
dasteran gaji dolaran. Kalau ada yang julid bilang, “Uh, haluuuu! Mana ada
kerja kayak begitu Markonah!” It’s okay, never mind. Saya juga masih belajar
sih, belum sukses kek mereka.
Tapi saya janji nanti akan coba
bahas satu persatu kok, gimana cara menghasilkan uang hanya dari rumah sesuai
passion yang kita punya, cuma dengan mengandalkan internet dan handphone atau
laptop saja. Sabar ya, ini kan baru pemanasan, hehehe…peace! Salam sehat dan
makmur selalu buat semuanya!
Komentar